Jakarta - Mobil rakitan Esemka menggunakan mesin Timor sebagai pendorongnya. Namun mesin mobil itu dimodifikasi lagi sehingga menjadi mesin baru yang dinamai Esemka 1.5i injeksi. Akankah Esemka lebih sukses dari pendahulunya itu?
Menurut Ketua Asosiasi Industri Automotif Nusantara Ibnu Susilo agar Esemka lebih sukses dari Timor memang perlu militansi yang lebih hebat.
"Memang perlu militansi, sekarang kan Esemka tengah menjadi eforia di masyarakat, ini sudah bagus eforia masyarakat, hanya nanti kita harus bisa membedakan mana membuat mobil mana membedakan industri," ujarnya dalam sambungan telepon.
Untuk 'sekedar' membuat mobil, lanjutnya, di Indonesia sudah banyak yang jago. Tapi ada tahap-tahapnya untuk membentuk suatu industri otomotif tanah air, dan ini waktunya pun tidak bisa singkat paling cepat 10-25 tahun.
"Di Indonesia ada 4 level dari sebuah industri. Kalau mau bikin industri 4 level itu harus ada, yaitu prinsipal, ATPM, karoseri, di bawahnya lagi ada modifikator," ujarnya.
Jika sudah ada prinsipal maka dia yang akan menentukan arah kebijakan dari industri tersebut. "Kalau kita sudah mencapai prinsipal maka sebetulnya langkah-langkah menjadi sebuah industri otomotif akan menjadi sebuah budaya," ujarnya.
Agar mau lebih sukses lagi Esemka harus didukung oleh perusahaan-perusahaan otomotif yang mau menampung hasil produksi Esemka.
"Esemka harus ada yang menampung medianya, ada perusahaan yang menampung, kalau Esemka memproduksi enggak bisa karena siswanya berganti terus. Tahu-tahu dia lulus sekolah terus kerja di tempat lain yang tidak bisa kontinu," ujarnya.
Di sisi lain Timor menurutnya tidak sukses karena dibangun pada saat yang tidak tepat di saat pergantian rezim. "Waktu itu ada pergantian rezim, begitu saya melihatnya, tapi saya yakin Timor waktu itu akan mengarah ke sana (industri), memang banyak orang berusaha memindahkan industri ke negara kita," ujarnya.
Menurut Ketua Asosiasi Industri Automotif Nusantara Ibnu Susilo agar Esemka lebih sukses dari Timor memang perlu militansi yang lebih hebat.
"Memang perlu militansi, sekarang kan Esemka tengah menjadi eforia di masyarakat, ini sudah bagus eforia masyarakat, hanya nanti kita harus bisa membedakan mana membuat mobil mana membedakan industri," ujarnya dalam sambungan telepon.
Untuk 'sekedar' membuat mobil, lanjutnya, di Indonesia sudah banyak yang jago. Tapi ada tahap-tahapnya untuk membentuk suatu industri otomotif tanah air, dan ini waktunya pun tidak bisa singkat paling cepat 10-25 tahun.
"Di Indonesia ada 4 level dari sebuah industri. Kalau mau bikin industri 4 level itu harus ada, yaitu prinsipal, ATPM, karoseri, di bawahnya lagi ada modifikator," ujarnya.
Jika sudah ada prinsipal maka dia yang akan menentukan arah kebijakan dari industri tersebut. "Kalau kita sudah mencapai prinsipal maka sebetulnya langkah-langkah menjadi sebuah industri otomotif akan menjadi sebuah budaya," ujarnya.
Agar mau lebih sukses lagi Esemka harus didukung oleh perusahaan-perusahaan otomotif yang mau menampung hasil produksi Esemka.
"Esemka harus ada yang menampung medianya, ada perusahaan yang menampung, kalau Esemka memproduksi enggak bisa karena siswanya berganti terus. Tahu-tahu dia lulus sekolah terus kerja di tempat lain yang tidak bisa kontinu," ujarnya.
Di sisi lain Timor menurutnya tidak sukses karena dibangun pada saat yang tidak tepat di saat pergantian rezim. "Waktu itu ada pergantian rezim, begitu saya melihatnya, tapi saya yakin Timor waktu itu akan mengarah ke sana (industri), memang banyak orang berusaha memindahkan industri ke negara kita," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar