Site Map

06/01/12

Alergi Gelombang Elektromagnet, 2 Wanita Terpaksa Hidup di Gua



Dalam kehidupan modern saat ini, rasanya sulit untuk bisa menjauh dari ponsel, wi-fi atau listrik. Namun 2 orang wanita di Prancis terpaksa harus hidup di dalam gua karena ia sangat sensitif atau alergi terhadap gelombang elektromagnetik yang dipancarkan alat-alat elektronik.

Anne Cautain (52 tahun) dan Bernadette Touloumond (66 tahun) terpaksa harus mau tinggal di dalam gua dan jauh dari peradaban modern serta alat elektronik karena mereka berdua hipersensitif terhadap gelombang elektromagnetik atau Electro-Hypersensitivity (EHS).

Kedua wanita tersebut harus mengasingkan diri di perbukitan, di tepi dataran tinggi kisaran Vercors, Prancis. Sebelum sampai ke gua tempat mereka tinggal, di lereng bukit sudah ada tanda yang bertuliskan 'Mobile Phone Prohibited (terlarang untuk telepon genggam)' untuk memperingatkan pengunjung agar mematikan perangkat ponsel.

"Saya tidak bisa dekat dengan benda apapun yang memancarkan gelombang elektromagnetik, seperti wi-fi, ponsel atau kabel tegangan tinggi. Itu menyebabkan tubuh saya seperti terbakar tak tertahankan," ujar Anne Cautain, seperti dilansir Worldcrunch, Jumat (6/1/2012).

Untuk sampai ke tempat perlindungan yang berada di luar kota kecil Beaumugne, seseorang harus memanjat tangga sambil berpegangan pada tali. Tempat tersebut bahkan lebih berisiko di musim dingin yang basah dan dingin. Namun, di tempat itulah kedua wanita merasa berada di tempat terbaik.

"Sekarang ada begitu banyak antena yang dibangun, yang menyulitkan kami bahkan ketika harus berada di luar dekat sini," jelas Cautain.

Bagian dalam gua tempat tinggal mereka sangat gelap dan lembab. Mereka menaruh papan di lantai yang memungkinnya bergerak dan menjaga kaki tetap kering. Pada langit-langit gua yang akan jadi ruang tamu, dilapisi dengan lembaran plastik untuk menjaga kelembaban. Hanya ada perabotan dasar, seperti 2 tempat tidur, meja untuk minum teh dan lilin, tanpa ada listrik.

Cautain mulai alergi terhadap gelombang pada Januari 2009, setelah pemasangan instalasi wi-fi di universitas tempat ia bekerja.

"Reaksi dimulai dengan rasa seperti terbakar. Saya tidak bisa lagi berada di tempat kerja atau apertemen saya," jelas Cautain, mantan karyawan di University of Nice.

Sejak saat itu, ia seperti binatang buruan yang harus lari dari dunia modern, mencari 'zona putih' tanpa ada antena GSM, wi-fi atau kabel tegangan tinggi.

"Saya harus tidur di mobil dan terbungkus selimut untuk tetap hidup. Saya menemukan sebuah tempat parkir di pingggiran kota Nice, dimana saya merasa lebih baik. Tapi di malam hari, saya mulai ketakutan," jelas Cautain.

Electro-Hypersensitivity (EHS) merupakan sindrom yang menyebabkan reaksi hipersensitif terhadap benda-benda yang menghasilkan gelombang elektromagnetik.

Gejala yang timbul jika penderita EHS terpapar radiasi elektromagnetik seperti sensasi terbakar atau kesemutan di kulit, pusing, mual, sakit kepala, gangguan tidur dan kehilangan memori. Dan dalam tingkatan parah bahkan bisa menyebabkan masalah di pernapasan, denyut jantung hingga kehilangan kesadaran diri. Tidak diketahui dengan jelas penyebab EHS.

"Saya telah mengambil cuti dari pekerjaan saya selama lebih dari satu tahun karena penyakit ini. Dokter datang mengunjungi saya di gua dan menempatkan saya dalam kategori invalid 2. Sejak itu, saya menerima pensiun bulanan sebanyak 700 euro (sekitar Rp 8 juta). Ini cukup baik karena kami memiliki kebutuhan sangat sedikit," tutupnya.

0 komentar:

Posting Komentar